Langsung ke konten utama

Unggulan

PERBEDAAN HUKUM ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI BIDANG PERKAWINAN (Fiqh Perbandingan Perspektif Gender)


 

Penulis: Saifullah Muhammad Yunus, Lc., MA., Ph.D


Pada dasarnya secara umum syariat Islam itu memperlakukan sama antara laki-laki dan perempuan dalam semua hukum termasuk persamaan dalam hak dan kewajiban.
Perempuan seperti laki-laki dalam hal Pembebanan hukum jika dasar pembebanan hukum itu mengacu kepad baligh dan berakal maka perempuan juga sama seperti laki-laki.
Atas dasar ini syariat Islam sangat komit untuk mewujudkan persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang Muamalat, oleh karena itu Islam memperlakukan sama antara laki-laki dan perempuan dalam kecakapan memenuhi hak (ahliyatul wujub) dan kecakapan dalam melaksanakan kewajiban (ahliyatul ada’). Islam juga memberikan hal kepada perempuan dalam bertindak di bidang sipil dan perdagangan serta hak keluar rumah untuk berkerja sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Adapun di bidang hukum keluarga yang meliputi pembentukan keluarga, talak, Khulu’, Ila’, Zhihar, ‘Iddah, Poligami dan Warisan, di mana kita mendapati bahwa hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah ini terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang akan dibahas pada pembahasan selanjutnya dan bagaimanapun juga dalam pembahasan ini tidak mengurangi ketentuan persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Buku ini membahas dua sekmen yaitu:
Pertama: Perbedaan antara Laki-Laki dan Perempuan di Bidang Muamalat.
Kedua: perbedan antara Laki-Laki dan perempuan di Bidang Hukum Keluarga.

Perbedaan Atara laki-Laki dan Perempuan Tentang Masa Dewasa

Yang dimaksud dengan masa dewasa adalah waktu yang layak bagi seseorang untuk dibebani memenuhi hak utuk dirinya dan memenuhi hak untuk orang lain serta untuk diakui seluruh perbuatan dan perkataannya dan akan menanggung akibatnya sesuai dengan aturan yang berlaku dalam syariah inilah yang disebut dengan kecakapan dalam melaksanakan kewajiban. Dasar pertimbangan seseorang dianggap dewasa adalah kesempurnaan dirinya dalam membedakan sesuatu yang ditandai dengan usia baligh dan berakal. Oleh karena itu Islam memberikan batas waktu tertentu bagi seorang wali untuk menyerahkan harta anak yang diasuhnya dengan mengacu kepada masa dewasa dengan ditandai seorang anak mencapai usia baligh dengan usia tertentu oleh karena itu apakah antara perempuan dan laki-laki sama masa dewasanya atau tidak? Dalam masalah ini terdapat dua pendapat Perdapat Pertama: Bahwa dewasanya perempuan sama dengan dewasanya laki-laki dengan nampaknya tanda-tanda yang telah ditetapkan atau usia tertentu, ini adalah pendapat Jumhur Ulama. Para Jumhur Ulama berpegang kepada dalil-dalil berikut ini:
1. Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 6 yang artinya: “Dan Ujilah anak-anak yatim sehingga apabila sudah mencapai usia nikah jika kalian merasa mereka telah mencapai dewasa maka serahkanlah kepada mereka harta mereka”.
Dalil dalam ayat ini adalah bahwa objek yang dituju berlaku umum dengan syarat menyerahkan harta kepada anak yatim adalah Ketika dewasa tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan dengan demikian laki-laki dan perempuan sama acuannya untuk dapat diserahkan harta yaitu Ketika dewasa.
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ali bin Abithalib Ra. “seseorang tidak yatim setelah mengalami mimpi”.1 Pedoman dalil dalam hadits ini bahwa baliqh itu dapat mengakhiri status yantim seseorang dan baliqh itu ditandai dengan waktu dewasa, hadits ini berlaku umum baik bagi laki-laki dan perempuan.
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Syaikhan dari Ibnu Umar Ra. berkata “ saya pernah menawarkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk ikut perang Uhud pada saat itu usiaku empat belas tahun namun Nabi tidak mengizinkan ku lalu pada perang Khandak aku menawarkan diri untuk berperang dan usiaku lima belas tahun, lalu beliau mengizinkan ku.2
Yang menjadi pedoman dalam dalil ini adalah bahwa usia baliqh yang telah ditetapkan dalam agama Islam adalah lima belas tahun tanpa membedakan laki-laki dan perempuan.
4. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah yang diriwayatkan dari ‘Athiyah Al-Qurthubi ia berkata Nabi SAW diserahkan tawanan perang Bani Quraizhah maka tawanan yang sudah tumbuh bulunya dibunuh sedangkan yang belum tumbuh bulunya dilepas.3 Pedoman dari dalil ini adalah bahwa salah satu tanda baliqh adalah tumbuhnya bulu dan ini berlaku umum bagi laki-laki dan perempuan.
Hadits-hadits di atas tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan tentang batas usia baliqh atau dewasa. Perdapat Kedua:
Bahwa perempuan berbeda dengan laki-laki tentang masa dewasa di mana kedewasaan perempuan disyaratkan dengan perkawinan atau melahirkan atau tinggal Bersama suaminya selama setahun. Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad dan salah satu Riwayat yang masyhur dari Imam Malik.4
Kelompok dua ini berpegang kepada dalil-dalil berikut:
1. Dalil Atsar dari sahabat Umar Ketika Umar memerintahkan kepada Syuraih agar tidak mengizinkan kepada budak ‘Athiyah sampai ia tinggal di rumah suaminya setahun atau melahirkan seorang anak.5
2. Pemaksaan seorang ayah terhadap anak perempuannya untuk menikah, yang menjadi pengaruhnya adalah perwalian dan semua perbuatannya (anak perempuan) tertolak.6
3. Bahwa dewasa itu tidak dapat dideteksi dari seorang perempuan kecuali setelah diuji kaum laki-laki.7
Tarji (pendapat terkuat): Setelah dipaparkan dua pendapat di atas menurut penulis pendapat pertama yang lebih kuat yaitu pendapat Jumhur Ulama, bahwa masa dewasa seorang perempuan sama seperti kaum laki-laki berdasarkan kekuatan dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, apalagi dalil kelompok kedua itu lemah, bertentangan dengan qias dan nash-nash syariah serta beberapa kaidah dalam Islam. Alasan selanjutnya bahwa secara ijma’ para Ulama menetapkan kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki dalam mengelola harta dengan sampainya usia dewasa yaitu berakal dan baligh. Islam memberikan kepada perempuan yang dewasa kecakapan yang sempurna karena itu hukum yang diterapkan kepada kaum laki-laki sama dibidang pengelolaan keuangan dengan yang diterapkan kepada kaum perempuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan di dalam masalah kedewasaan.
____________
1 Sunan Abu Daud, Jil. 3 hal. 115, kitab tentang wasiat, bab tentang kapan berakhirnya status yatim seseorang.
2 Shahih Bukhari, jil. 5 hal. 276, kitab tentang kesaksian, bab tentang masa baliqh seorang anak dan kesaksian mereka.
3 Sunan Abu Daud, jil. 12, hal. 79, kitab tentang Khudud, bab tentang pemuda yang dikenakan khudud.
4 Bidayatul Mujtahid, jil. 2, hal. 280-281 dan Al- Mughni jil. 9, hal. 698.
5 Al- Mughni, jil. 4, hal. 517.
6 Bidayatul Mujtahid, jil.2, hal. 281.
7 Ibid.

Komentar

Postingan Populer