Langsung ke konten utama

Unggulan

HUKUM MENIKAHI PEREMPUAN AHLI KITAB DALAM PERSPEKTIF AL-MAQASHID AL-SYAR’IYYAH


 

Penulis: Saifullah Muhammad Yunus, Lc., MA., Ph.D

 Perkawinan Ahli Kitab dalam Lintasan Sejarah

Sejarah perkawinan para Sahabat dan Tabi’in yang terjadi pada masa mereka dapat memperkuat keterangan dalil-dalil di atas dalam konteks praktek langsung yang terjadi, sehingga melahirkan sebuah penilaian adanya kecocokan antara praktek dengan teori atau perbuatan dengan ucapan.

1. Praktek para sahabat di masa Nabi Saw
Ka’ab bin Malik pernah meminta izin kepada Rasulullah Saw untuk menikahi seorang perempuan ahli kitab lalu beliau melarangnya karena perempuan ahli kitab tidak dapat menjaganya walaupun riwayat ini dianggap riwayat maqthu’ dari jalur ini,110
Sahabat yang menikahi ahli kitab adalah Usman bin Affan yang menikahi seorang perempuan Nasrani bernama Nailah binti Qarafashah, Thalhah bin Ubaidillah yang menikahi seorang perempuan Nasrani dan Hudzaifah bin al-Yaman yang menikahi seorang perempuan Yahudi di Madain.111
Thalhah bin Ubaidillah meninggal pada tahun 36 Hijriyah dengan usia 64 tahun. Hal ini berarti usianya pada saat Rasulullah Saw wafat adalah 38 tahun,112 sedangkan Usman bin Affan wafat pada 18 Dzulhijjah tahun 35 Hijiriyah dengan usia 80 tahun yang berarti usianya 55 tahun pada saat Rasulullah wafat,113 adapun Hudzaifah bin al-Yaman meninggal pada tahun 36 Hijiriyah, 40 hari setelah meninggalnya Usman. Sejauh yang dapat ditelusuri dalam beberapa buku seperti asad al-ghabah karangan Ibnu Atsir (555-630 H),al-Isabah fi Tamyizi al-Sahabah karangan Ibnu Hajar al-‘Asqalani (773-852 H),Hilyat al-Awliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’ karangan Abu Nu’aim al-Ashfahani (340 H) dan Mu‘jam al- Sahabah karangan Abu al-Husain abd al-Baqi ibn al-Qani’ (265-361 H),belum ditemukan satu riwayat pun berapa usia Hudzaifah ketika meninggal. Akan tetapi dalam kitab Siyar al-A‘lam karangan imam al-Dzahabi (748 H/ 1374 M) disebutkan bahwa ia meninggal dalam keadaan lanjut usia.114 Jika dikaji dari sisi usia ketiga sahabat di atas, maka selisih usia Thalhah dengan Rasulullah Saw adalah 25 tahun, selisih usia Usman bin Affan dengan Rasulullah Saw adalah 8 tahun dan selisih usia Hudzaifah dengan Rasulullah Saw tidak diketahui.
Sejauh ini belum ditemukan satu riwayat pun, apakah ketiga sahabat tersebut menikahi perempuan ahli kitab di saat Rasulullah Saw masih hidup atau ketika beliau sudah wafat. Sehingga jika dikaji selisih usia masing-masing mereka dengan Rasulullah Saw, maka besar kemungkinan hanya Usman dan Hudzaifah yang menikahi perempuan ahli kitab di saat Rasulullah Saw masih hidup, karena selisih usia antara Usman dengan Rasulullah sangat dekat. Menurut kebiasaan tidak mungkin seseorang menikah setelah usianya lanjut dan di saat Rasulullah Saw wafat usia Usman sudah mencapai 55 tahun.
Dalam hal ini, belum ditemukan riwayat tentang kapan terjadinya pernikahan ketiga sahabat di atas. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitab tafsirnya ”Al-Daw’u al-Munir ‘Ala al-Tafsir” menyebutkan bahwa Umar bin Khatthab pernah menegur Thalhah bin Ubaidillah, Hudzaifah bin al-Yaman dan Jarud bin Mu‘alla, agar mereka mencerai istrinya dari ahli kitab, maka ketiganya mencerainya kecuali Hudzaifah yang mencerai istrinya setelah lama berselang dari waktu teguran, sedangkan menyangkut Usman bin Affan tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Umar menegurnya.115

2. Praktek Umat Islam di masa sahabat
Para sahabat sepakat bahwa menikahi ahli kitab hukumnya mubah dengan syarat perempuan ahli kitab yang dzimmi. Sedangkan Ibnu Umar memilih makruh. Demikian pula para tabi’in pada umumnya, membolehkan pernikahan dengan perempuan ahli kitab seperti imam 4 mazhab, al-Hasan, Ibrahim dan al-Sya’bi.116
Penelusuran referensi yang membahas seputar praktek perkawinan dengan perempuan ahli kitab yang terjadi pada masa tabi’in sudah dilakukan, namun tidak ditemukan keterangan yang mencukupi.

D. Hubungan Ahli Kitab dengan Kaum Muslimin

Sehubungan dengan perkembangan zaman yang semakin canggih dimana interaksi antar pemeluk agama tidak dapat dihindari, apalagi pada masa Rasulullah sendiri interaksi dengan kaum Yahudi begitu kerap terjadi, bahkan piagam Madinah yang beliau cetuskan merupakan kesepakatan bersama untuk menjaga dan melindungi Madinah dari berbagai ancaman. Dipandang perlu untuk membahas hubungan kaum muslimin dengan non muslim terutama dengan ahli kitab sebagai bagian dari penelitian ini, dengan menitikberatkan pada petunjuk agama Islam dan hubungan antar kedua umat.
1. Konteks Ahli Dzimmah
Ahli dzimmah adalah orang-orang yang diberi janji (oleh pemerintah Islam) untuk mendapat perlindungan hartanya, kehormatannya dan agamanya, baik dari kalangan ahli kitab maupun pemeluk agama-agama lain.16F
Landasan nash untuk memperlakukan kafir dzimmi
dengan baik, hadits Rasulullah Saw dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash yang diriwayatkan oleh Baihaqi:
ãä »: - Úä ÚÈÏ ááåó Èä ÚãÑæ ÞÇóá ÞÇóá ÑÓæá ááåó -Õáì ááå Úáíå æÓáã
ÞÊóá ãÚÇåÏÇ ÈÛíÑ ÍÞø áã íÑÍ ÑÇÆÍÉ ÇáÌäÉ æÅäå áíæÌÏ ÑíÍåÇ ãä ãÓíÑÉ
« ÃÑóÈÚíä ÚÇãÇ
“Dari Abdullah bin ‘Amr berkata:”Rasulullah Saw bersabda:”Barangsiapa yang membunuh seorang kafir mu’ahad (yang telah berjanji untuk berdamai dengan pemerintah Islam) dengan cara yang tidak dibenarkan (secara syar’i) maka ia tidak mencium bau surga dan bau surga itu didapat sepanjang 40 tahun perjalanan”(HR. Baihaqi)117F118

a. Hal-hal yang Diperintahkan dalam Berinteraksi dengan Ahli Dzimmah
Pemerintah Islam diperintahkan untuk mengambil jizyah
dari para pemeluk agama lain yang berdiam di negara Islam sebagai bentuk penaklukan terhadap mereka. Para fuqaha’ sepakat bahwa jizyah itu dapat diambil dari mereka. Mereka berbeda pendapat terhadap siapa di antara mereka yang dapat diambil jizyah, apakah anak-anak, kaum perempuan dan orang gila juga dikenakan jizyah?18F

Dalil yang menunjukkan perintah mengambil jizyah adalah Al-Qur’an surah at-Taubah ayat 29:
ÞÇÊáæÇÇáÐíäáÇíÄãäæäÈÇááåæáÇÈÇáíæãÇáÂÎÑæáÇíÍÑãæäãÇÍÑãÇááåæÑÓæáåæáÇíÏ
íäæäÏíäÇáÍÞãäÇáÐíäÃæÊæÇÇáßÊÇÈÍÊ.íÚØæÇÇáÌÒíÉÚäíÏæåãÕÇÛÑæä
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”(QS. At-Taubah: 9/29)

b. Hal-hal yang Dibolehkan ketika Berinteraksi dengan Ahli Dzimmah
1) Dibolehkan memberikan kebebasan kepada ahli dzimmah untuk memiliki rumah ibadah dan beribadah sesuai dengan agamanya. Jika kemaslahatan menghendaki lain maka pemerintah Islam dapat mencabut kebebasan itu. Hal ini berdasarkan praktek Rasulullah Saw yang membagi wilayah Khaibar yang ditaklukkan oleh kaum muslimin menjadi dua bagian untuk kemaslahatan mereka.120
2) Ahli dzimmah dibolehkan memasuki selain tanah haram untuk suatu keperluan dengan izin pemimpin muslim. Kaum muslimin dibolehkan menjenguk mereka ketika sakit jika kunjungan itu bertujuan untuk menawarkan Islam kepadanya. Dibolehkan mengiringi jenazah mereka dan dibolehkan menyampaikan ucapan selamat atas pernikahannya, kelahiran anaknya, kesehatannya, keselamatan dari musibah dan selainnya dengan syarat ucapan tersebut tidak mengisyaratkan bahwa ia rela kepada agamanya seperti ucapan semoga Allah menyenangkanmu dengan agamamu, dan lain-lain.121

c. Hal-hal yang Dilarang ketika Berinteraksi dengan Ahli Dzimmah
1) Ahli dhimmah dilarang memasuki jazirah Arab yang meliputi Madinah dan sekitarnya yaitu Mekah, Yamamah, Khaibar, Yanbu’, Fadak serta wilayah-wilayah di belakangnya dan sekitarnya. Ini adalah pendapat Syafi’i karena kaum Yahudi dan Nasrani tidak diusir dari Taima’ dan Yaman.122
2) Para ulama mazhab sepakat bahwa kaum muslimin dilarang menyampaikan ucapan selamat kepada simbol-simbol syariat yang khusus bagi orang kafir, seperti ucapan selamat hari raya dan puasa mereka.123

2. Konteks Penganut Agama Samawi
Sebagaimana telah disebutkan bahwa pada dasarnya agama Yahudi dan Nasrani memiliki kesamaan dari segi ajarannya dengan agama Islam. Keduanya merupakan agama yang diturunkan Allah melalui Nabi Musa as dan Isa as atau disebut dengan agama samawi. Terhadap keduanya telah terjadi pendistorsian oleh para penganutnya sehingga hilanglah kemurniannya dan telah batal ajarannya dengan datangnya Rasulullah Saw yang membawa agama Islam sebagai ajaran penutup.
Sebagai umat yang pernah memiliki kesamaan, tentu
antara agama Islam dengan keduanya terdapat hubungan yang unik dan khusus dibanding dengan agama-agama lain.
Berikut ini akan diungkapkan beberapa prinsip dan
pandangan di antara ketiga agama tersebut:
a. Permusuhan Ahli Kitab kepada Islam
Permusuhan kaum Yahudi kepada umat Islam lebih besar daripada permusuhan kaum Nasrani, hal ini sebagaimana ditegaskan al-Qur’an dalam surah al-Maidah ayat 82:
áÊÌÏäÃÔÏÇáäÇÓÚÏÇæÉááÐíäÂãäæÇÇáíåæÏæÇáÐíäÃÔÑßæÇæáÊÌÏäÃÞÑÈåããæÏÉ
ááÐíäÂãäæÇÇáÐíäÞÇáæÇÅäÇäÕÇÑ.ÐáßÈÃäãäåãÞÓíÓíäæÑåÈÇäÇæÃäåãáÇíÓÊßÈÑæä
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata:"Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena diantara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri”(QS.Al-Maidah: 5/82)
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa
sebab kaum Yahudi lebih memusuhi umat Islam karena
kekufuran mereka dibarengi oleh sifat keras kepala dan juhud (pengingkaran) serta pendustaan terhadap kebenaran, juga sifat benci kepada manusia dan congkak jika memiliki ilmu. Oleh karena itu mereka telah membunuh banyak Nabi serta hendak membunuh Nabi Saw beberapa kali, meracuninya dan menyihirnya, Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.:
ãÇ ÎáÇ íåæÏíø ÈãÓáã ÞØ ÅáÇ åãø ÈÞÊáå
“Seorang Yahudi tidak berduaan dengan seorang muslim kecuali ia ingin membunuhnya (muslim)” 123F124 Sedangkan kaum Nasrani, memiliki kecintaan kepada Islam dan dalam hati mereka tertanam rasa kelembutan dan kasih sayang karena dalam agama al-Masih hal itu diajarkan sebagaimana Allah Swt berfirman:
ËãÞÝíäÇÚá.ÂËÇÑåãÈÑÓáäÇæÞÝíäÇÈÚíÓ.ÇÈäãÑíãæÂÊíäÇåÇáÅäÌíáæÌÚáäÇÝíÞá
æÈÇáÐíäÇÊÈÚæåÑÃÝÉæÑÍãÉæÑåÈÇäíÉÇÈÊÏÚæåÇãÇßÊÈäÇåÇÚáíåãÅáÇÇÈÊÛÇÁÑÖæÇ
äÇááåÝãÇÑÚæåÇÍÞÑÚÇíÊåÇÝÂÊíäÇÇáÐíäÂãäæÇãäåãÃÌÑåãæßËíÑãäåãÝÇÓÞæä
“Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan
rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putera Maryam; dam Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan
pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang yang fasik”(QS. Al-Hadid: 57/27)
Bahkan dalam kitab Injil disebutkan bahwa jika seseorang menampar pipi kananmu maka berikan juga pipi kirimu. Tidak ada anjuran peperangan dalam agama mereka. Di samping itu di dalam agama mereka terdapat qissis yang berarti ulama dan rahib yang berarti ahli ibadah dimana mereka tidak menyombongkan diri karena di samping ada ulama yang memiliki ilmu mereka juga ahli ibadah sehingga perpaduan keduanya menyebabkan mereka rendah hati dan tunduk kepada
kebenaran. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam asbab alnuzul ayat 83 surah al-Maidah.124F
125
b. Ahli Kitab Mengakui adanya Allah, Surga dan Neraka
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengakui adanya
Allah, surga dan neraka kecuali orang-orang yang berpaham atheis dan telah sesat di antara mereka. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt dalam surah al-Baqarah ayat 111:
æÞÇáæÇáäíÏÎáÇáÌäÉÅáÇãäßÇäåæÏÇÃæäÕÇÑ.ÊáßÃãÇäíåãÞáåÇÊæÇÈÑåÇäßãÅä
ßäÊãÕÇÏÞíä
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata:"Sekali-kali
tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkan kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar" (QS. Al-Baqarah: 2/111)
Dalil lain yang menunjukkan bahwa mereka mengakui
adanya Allah adalah surah at-Taubah ayat 30:

æÞÇáÊÇáíåæÏÚÒíÑÇÈäÇááåæÞÇáÊÇáäÕÇÑ.ÇáãÓíÍÇÈäÇááåÐáßÞæáåãÈÃÝæÇååã
íÖÇåÄæäÞæáÇáÐíäßÝÑæÇãäÞÈáÞÇÊáåãÇááåÃä.íÄÝßæä

“Orang-orang Yahudi berkata:"Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata:"Al-Masih itu putera Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dila'nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling”(QS. At-Taubah: 9/30)
Namun sifat dengki, bodoh dan keras kepala yang mereka miliki telah menyebabkan mereka menolak memeluk Islam.126 c. Ahli Kitab Mengakui Agama Islam Ahli kitab mengakui agama Islam dan Rasulullah Saw serta risalah yang dibawanya. Mereka tidak konsisten dengan pengakuannya itu, terutama kaum Yahudi dimana adakala mengakuinya dan di lain waktu mengingkarinya. Mereka mengakui Muhammad sebagai penutup dan penghulu para nabi. Tipu daya, kesesatan, kedengkian, kekufuran dan penolakan telah menjadi watak dan karakter yang menguasai jiwa mereka sehingga telah membutakan mata hati mereka.
Di samping itu, ketika Allah mengutus Muhammad dari
keturunan orang Arab maka mereka terutama kaum Yahudi pun membenci dan dengki kepada orang Arab padahal mereka mengenal Muhammad sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka (QS. Al-Baqarah: 2/146).126F
127

d. Larangan Mengangkat Ahli Kitab sebagai Pemimpin
Al-Qur’an melarang mengangkat kaum Yahudi dan
Nasrani sebagai pemimpin karena mereka saling membantu menyerang kaum muslimin, hal ini tercantum dalam surah al-Maidah: 5/ 51:
íÇÃíåÇÇáÐíäÂãäæÇáÇÊÊÎÐæÇÇáíåæÏæÇáäÕÇÑ.ÃæáíÇÁÈÚÖåãÃæáíÇÁÈÚÖæã
äíÊæáåããäßãÝÅäåãäåãÅäÇááåáÇíåÏíÇáÞæãÇáÙÇáãíä
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”(QS. Al-Maidah: 5/51)
Umat Yahudi dan Nasrani menerima syariat Allah Swt, bahkan banyak sekali persamaannya dengan syariat yang diterima umat Islam. Di antaranya kesamaan dalam aqidah dasar, seperti menerima konsep kenabian, juga adanya kitab suci dari langit yang berisi petunjuk, percaya adanya malaikat, hari kiamat, surga dan neraka.


_________
110Abu Bakar Ahmad bin Ali al-Razi al-Jasshas, Ahkam al-Qur’an…, jili. 2, hal. 17 dan Jil. 3, hal. 118.
111Abu Bakar Ahmad bin Ali al-Razi al-Jasshas, Ahkam al-Qur’an …, jilid 3, hal. 324.
112 Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Usman al-Dzahabi, Siyar A‘lam al-Nubal a’, jilid 1, ttp, tt, hal. 40 113Izzuddin ibnu al-Atsir Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Jazari, Asad al-Ghabah Fi Ma’rifat al-Sahabah,jilid 1, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt, hal. 707.
114 Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Usman al-Dzahabi, SiyarA‘lam al-Nubala’, jilid 2, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1982 M, hal. 366.
115Ibnu Qayyim al-Jawziyyah, Al-Daw’u al-Munir ‘Ala al-Tafsir, jilid 2, Riyadh, Darussalam, tt, hal. 344
116Abu Bakar Ahmad bin Ali al-Razi al-Jasshas, Ahkamu al-Qur’an …., Jil. 3, hal. 324.
117Majma’ al-Lughah al-Arabiyyah, Mu’jam al-Wasith, Ibid…, hal. 315.
118Abu Bakar Ahmad ibn Husain ibn Ali al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi, cet 3, jilid 2, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003 M, hal. 324-325.
119Ibnu Al-Qayyim al-Jawziyyah, Mukhtasar Ahkam Ahli al-Dhimmah, Riyadh, Maktabah al-Malik Fahd, 1425 H, hal. 9
120Ibnu Al-Qayyim al-Jawziyyah, Ahkam Ahli al-Dhimmah, jilid 1, Saudi Arabia:Ramadi, 1997 M, hal. 1190-1192.
121Ibnu Al-Qayyim al-Jawziyyah, Ahkam Ahli al-Dhimmah…, hal. 25-28.
122Ibnu Al-Qayyim al-Jawziyyah, Ahkam Ahli al-Dhimmah…, .hal. 25.
123Ibnu Al-Qayyim al-Jawziyyah, Ahkam Ahli al-Dhimmah…, hal. 28.
124Jalaluddin al-Suyuthi, Jami‘al-Hadits, jilid 19, ttp, tt, hal. 13
125Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azim, jilid 5, Jizah, Muassasah Qurthubah, 2000 M, hal. 311-315
126Shalih bin Ibrahim al-Balihi, ‘Aqidat al-Muslimin wa al-Raddu ‘ala al-Mulhidiin wa al-Mubtadi’in, cet. 2, jilid 1, 1409 H, hal. 67-68.
127Shalih bin Ibrahim al-Balihi, ‘Aqidat al-Muslimin…, hal. 84-85.

 

Komentar

Postingan Populer